SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA RAMADHAN 1445 H


28 Maret 2024 Lubuklinggau HARMONI BULAN SUCI RAMADHAN 1445 H Bulan Ramadhan disebut sebagai bulan yang suci nan agung karena mengalir di dalamnya pahala yang berlimpah. Setiap Ramadhan umat Muslim di seluruh dunia diwajibkan berpuasa. Bukan saja berpuasa (menahan) diri dari hawa nafsu yang bersifat fisik, tetapi juga berpuasa dari segala sifat dan sikap buruk yang negatif. Ramadhan kali ini menjadi instrumen untuk menjalin harmoni yang lebih kokoh antarsaudara se-Tanah Air.

Pada dasarnya, pesan moral penting dari puasa adalah mujahadah imaniyah (perjuangan keimanan) dalam mengelola hawa nafsu. Mengelola dalam arti mengendalikan hawa nafsu sehingga menjadi mesin kebaikan. Di bulan Ramadhan, hawa nafsu bukan untuk dimatikan. Tapi untuk menjadi pendorong bagi manusia untuk membangun peradaban. Ramadhan adalah bulan penataan hati. Dengan hati yang tertata akan menumbuhkan kedamaian sejati, baik pada tatanan pribadi maupun sosial.


Bulan Ramadhan selalu dapat membawa kedamaian bagi umat Islam. Bagi para pecinta ibadah, menikmati khidmatnya beriktikaf dan rangkaian tadarus Alquran sungguh menyejukkan. Keramaian suasana masjid saat jelang berbuka, salat tarawih hingga subuh berjamaah yang padat. Semua itu suatu keberkahan dari bulan suci ini. Yang tak kalah membahagiakan, sebagai umat Muslim kita dapat menjalani puasa dengan suasana tenang, aman, nyaman, damai, dan khidmat.


Masjid selama Ramadhan menjadi sentra kegiatan umat Islam, bukan hanya pusat ibadah vertikal seperti puasa, buka bersama, salat fardhu, salat tarawih, witir hingga tadarus dan iktikaf (berdiam). Masjid menjadi giat ibadah sosial (horizontal) umat Islam berlandaskan kemanusiaan, mulai dari infak, sedekah, dan amal jariah. Semua itu menunjukkan semangat dan gempita luar biasa. Layanan terhadap saudara sesama dari kalangan fakir miskin dan yatim piatu sungguh sangat semarak. Puasa telah menginjeksikan kesadaran sublim perasaan empatik dan kelembutan jiwa umat Islam.


Di bulan puasa ini sudah selayaknya umat kembali ke masjid. Dari masjid, Rasulullah Muhammad memulai peran dalam mengharmonisasikan segala aspek dan pelaku kehidupan. Islam, agama yang dari namanya merupakan kreasi Sang Pencipta, dari masjid pula alasan dibangunnya untuk menjadi landasan, dasar dan fundamen ketakwaan. Dengan itulah peradaban Islam yang damai, humanis, rukun, dan toleran dibangun hingga meraih kejayaannya dalam tempo yang sangat cepat melesat ke seantero dunia. Peradaban Islam hadir dan tumbuh berdampingan secara damai bersama peradaban yang telah lahir sebelumnya.


Bulan Ramadhan juga menyegarkan ingatan tentang pentingnya mengembalikan agama kepada khitahnya. Agama Islam bermakna damai, tenang, nyaman, ketundukan, ketaatan juga kepatuhan. Karena itu, menjadi seorang Muslim berarti kesediaan untuk berpasrah, tunduk, patuh, dan taat pada Allah dan Rasul-Nya guna menghadirkan kehidupan yang damai, tenang, tenteram, aman, dan memberikan rasa bahagia bagi sesama. Itulah hakikat beragama Islam, bersama-sama menuju dan akhirnya kembali kepada Sang Maha Pencipta.


Meskipun hingar bingarnya suasana politik mutakhir dan perselisihan di antara elite tidak kunjung selesai, namun nilai keindahan dan pesona Ramadhan tak bisa dikalahkan. Begitu besar Rahmat Tuhan Yang Maha Esa telah menghadirkan negeri ini sebagai negeri yang damai. Bagaimana tidak, pesona keragaman di Tanah Air begitu membanggakan. Keindahan dan kekayaan sumber daya alam dan sumber daya sosial-kemanusiaan demikian harmoni, rukun, dan berdampingan hidup dalam bineka yang mengagumkan.


Wajah bulan suci di negeri ini bertambah khidmat saat saudara dan sahabat berbeda agama dan keyakinan penuh rasa hormat dan toleransi memuliakan saudara umat Islam yang berpuasa. Ini semua menunjukkan bahwa perwujudan sifat santun, ramah, dan kedamaian dari bulan Ramadhan tidak hanya bagi umat Islam saja, tetapi juga untuk umat agama lain. Di negeri ini, persaudaraan tidak hanya sebatas persaudaraan umat Islam (ukhuwah Islamiyah), tetapi juga persaudaraan sebangsa dan negara (ukhuwah wathaniyah) atas kehidupan sebagai warga negara di tengah Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Suasana Ramadhan ini telah meneguhkan nilai-nilai spiritual dan moral yang sangat memberi manfaat kebaikan tersambungnya silaturahim, sekaligus ishlah (rekonsiliasi alami) antara berbagai lapisan sosial. Semestinya, elite politik menyadari betapa Ramadhan hendaknya menjadi momentum rekonsiliasi dari semua pihak untuk mewujudkan kedamaian bagi kehidupan kita bersama. Kita tahan segala tumpukan kepentingan yang acapkali bertentangan antarsatu dengan yang lain.


Kita sangat lelah melewati momen hiruk-pikuk politik yang sangat panjang. Kita sebagai hamba Tuhan yang lemah menjelma menjadi serigala yang ambisius bahkan siap memangsa saudara sendiri. Kita banyak melakukan perbuatan yang tidak terpuji, seperti bergunjing, berbohong, memfitnah bahkan mengadu domba. Yang lebih memprihatinkan, tidak sedikit masyarakat luas dilanda oleh derasnya kabar bohong dan informasi palsu, terutama melalui media sosial. Ramadhan sudah semestinya kita renungi sebagai kesempatan paling tepat untuk memohon ampun atas kesalahan-kesalahan kita selama beberapa bulan berlalu.


Di bulan puasa ini, memori kolektif kita tarik pada masa kenabian. Tentang sosok Nabi Muhammad SAW yang telah mengalirkan mata air keteladanan yang utuh dalam segala hal. Mengutip penyair Pakistan, Muhammad Iqbal, "Bagiku cukup al-Mustafa." Benar. Kanjeng Nabi ini yang seharusnya menjadi contoh bagi kita, bukan siapapun, apalagi yang seringkali menyampaikan ceramah provokatif, mencela, apalagi menebar kebencian. Semoga Ramadhan selalu membawa harmoni dan kedamaian! ( Hazam)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama