Oleh : Fauzan Hakim,S.Ag
12 Mei 2024 Musi Rawas - Untuk teman-teman Kepala Desa se-Kecamatan STL Ulu Kabupaten Musirawas, melalui tulisan ini, saya akan menyampaikan beberapa permasalahan terkait pelaksanaan penggunaan Dana Desa (DD) dan juga akan menjelaskan problematika Beberapa Kepala Desa dan pendamping Desa yang bertugas di wilayah ini. Tulisan ini khusus saya sampaikan dengan harapan teman-teman Kepala Desa dapat membacanya. Ada banyak persoalan yang bila ini tidak dipahami secara benar saya khawatir kalian akan mendapat masalah besar. Berikut uraiannya.
Sejak bergulir Dana Desa akhir tahun 2015 lalu hingga tahun 2024, Sebanyak 12 Desa di Kecamatan STL.Ulu telah menerima kucuran dana Desa yang cukup besar. Jika rata rata setiap desa menerima Rp 800 juta pertahun, maka ada kurang lebih 8,0 Miliyar dana desa mengalir di 12 Desa se-Kecamatan STL.Ulu. Jika dana yang hampir menembus angka 1 (Satu) triliun itu dikelolah dengan baik dapat dipastikan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat bisa meningkat.
Keterlibatan Kepala Desa sebagai pelaku, menunjukkan belum dijalankannya secara optimal Pasal 26 ayat (4) huruf f UU Desa oleh Kepala Desa. Di mana kepala desa dalam menjalankan tugasnya wajib melaksanakan prinsip tata pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN
Namun pada kenyatannya Kepala Desa belum sepenuhnya memahami kewajiban ini. Dari sinilah awal munculnya berbagai persoalan. seperti Tingkat Kemiskinan meningkat, stunting, hingga kebodohan, serta ketimpangan antara simiskin dan sikaya semakin tajam, mewarnai kehidupan masyarakat pedesaan diwilayah ini. Upaya mengurangi jumlah warga miskin nampaknya belum sepenuhnya membuahkan hasil .Peningkatan pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat masih jauh dari harapan.
Selain itu buruknya sistem tata kelola Pemerintahan akibat rendahnya kualitas SDM aparatur Desa manambah daftar panjang buruknya sistem tata kelolah Dana Desa di wilayah ini. Misalnya dalam pengerjaan APDesa, aparatur Desa masih tergantung pada pendamping Desa. Fungsi pendamping yang seharusnya mengedukasi, belum membawa pengaruh terhadap kualitas SDM aparatur Desa. Situasi ini dimanfaatkan oleh seorang oknum pendamping Lokal Desa (PLD) sekaligus bertugas sebagai operator Kecamatan yang mendominasi tali kendali sepanjang bergulirnya program Dana Desa tersebut. Oknum ini kemudian mempunyai peran besar dalam menentukan beberapa kebijakan Desa.
Penulis menduga ada unsur kesengajaan bahwa Desa tidak boleh mandiri dibidang administrasi sehingga lebih mudah untuk dikendalikan demi memuluskan rencana yang mengutungkan diri pribadi atau kelompok yang didapat dari kegiatan pengelolaan administrasi seperti pengerjaan APBDesa,RAB, dan pekerjaan administrasi lain.
Yang terjadi sesungguhnya, Desa tidak mandiri secara administrasi. Buruknya sistem tata kelolah administrasi inilah juga salah satu menjadi penyebab terjadinya celah atau ruang bagi pelaku korupsi. Artinya, Dana Desa diwilayah Kecamatan ini belum sepenuhnya bebas dari korupsi. Bahkan Tren atau praktek korupsi kian meningkat dari tahun ke tahun.
Sebagai contoh tahun anggaran 2017/2018 kasus dugaan korupsi terjadi di Desa Sumber Karya dan Dugaan korupsi juga terjadi di Desa Suka Merindu tahun anggaran 2019/2023 yang dilaporkan ke kejaksaan yang hingga hari ini belum tahu tindak lanjutnya. Hal serupa juga terjadi dibeberapa Desa, juga pernah diadukan ke inspektorat hingga APH. Seperti kasus beberapa Desa yang terpaksa mengembalikan ratusan juta uang Negara sebab menyalahi ketentuan dan kasus penyimpangan lain seperti pembelian mobil ambulan yang bermasalah. Hal ini kemudian telah menimbulkan pertanyaan, Mengapa terjadi terjadinya dugaan Korupsi?
Pertama pelaksanaannya tidak dilakukan secara transparan, dan tanpa partisipasi masyarakat Desa.
Hal ini tentu saja akan menghianati persyaratan dalam pengelolaan Dana Desa yang sudah di atur dalam undang-undang No 23 tahun 2014 yang mengatur tentang bagaimana mengelola dan penggunaannya.
Sehingga dari perencanaan, pelaksanaan hingga pelaporan kegiatan, Desa jarang melibatkan seluruh pendamping, apalagi masyarakat. Contoh, penyusunan APDesa ,RAB, RPD hanya sebagian pendamping dan beberapa perangkat yang diikutsertakan. Padahal sudah dijelaskan semua bentuk kebijakan Desa atau pelaksanaan kegiatan harus menyertai partisipasi masyarakat, yakni melibatkan semua elemen, masyarakat, Pemerintah, perangkat Desa, BPD, tim pendamping dan terkait lain sesuai ketentuan. Sesuai ketentuan bunyi Pasal 2 ayat 1 Permendagri nomor 113 tahun 2014. Tentang asas pengelaan keuangan Desa yang kemudian diabaikan.
Anehnya tanpa melalui musyawarah tiba-tiba APDesa sudah selesai. Pengerjaan RAB dan kebijakan lain yang berkenaan dengan Rincian atau item kegiatan juga tanpa melalui keputusan bersama, begitu seterusnya. Singkat cerita semua keputusan berkenaan tentang kegiatan Desa tidak dilakukan secara terbuka dan tanpa kehadiran masyarakat dan kehadiran pendamping, kecuali hanya sebahagiannya saja.
Akibatnya hak -hak atau kewenangan Desa berskala lokal (Subsidiaritas) diabaikan. Hampir semua beberapa item kegiatan di APDesa penyusunannya dilakukan oleh Kepala Desa bersama perangkat yang nota bene orang dalam dan beberapa oknum pendamping selaku pengendali. Artinya semua usulan warga yang disampaikan tentang pembangunan dan pemberdayaan Masyarakat Desa melalui rapat atau Musrenbang hanya sia-sia, nyaris tak ada gunanya. Sebab APDesa ditentukan bukan dari hasil musyawarah. Hal ini secara berulang terus terjadi dari tahun ke tahun.
Yang terjadi kemudian adalah persengkokolan antara Kepala Desa dan oknum beberapa pendamping. Kemudian tidak adanya transparansi, tak pernah ada musyawarah Desa atau kesepakatan dalam menentukan dan menetapkan APDesa. Pekerjaan penyusunan RAB diborong pendamping teknis, masyarakat tak dilibatkan dalam pengambilan keputusan, titip menitip kegiatan, setor-menyetor, sampai ada istilah uang arisan, begitu seterusnya.
Ditambah lagi pada beberapa kegiatan lain seperti pengerjaan papan merk kegiatan, prasasti Desa, dan pekerjaan lain yang kesemuanya juga dikerjakan dan diborong oleh oknum beberapa pendamping Desa (PD).
Dari permasalahan tersebut dapat dijelaskan bahwa pelaksanaan kegiatan penggunaan Dana Desa di Kecamatan Kecamatan STL.Ulu Musirawas, diduga bermasalah dan rentan dikorup, dan telah terjadi, kita sebut dengan istilah "Patgulipat."
Adapun diantara penyebab terjadinya "Pat Gulipat" atau kekacauan ini tidak lain karena minimnya kompetensi para Kepala Desa dan aparaturnya. Tidak adanya transparansi dan kurangnya pengawasan pemerintah dan masyarakat serta adanya intervensi atasan. Bahkan ada beberapa oknum pendamping yang merangkap jabatan, bertugas sebagai operator Kecamatan terlibat dan ikut bermain. Oknum ini konon diduga mendapat dukungan dari orang kuat yaitu dukungan dari sejumlah Kepala Desa diwilayah Kecamatan. Tak hanya itu oknum ini didukung oleh staf oknum Perberdayaan Kecamatan dimasa itu, yang kemudian bekerjasama dengan oknum Dinas PMD Kabupaten, inisial Ir, yang menurut informasi sudah berpindah tugas.
Permasalahan berikutnya adalah dikotomi para petugas Pendampingan, yang juga menjadi penyebab kekacauan ini adalah Terjadinya pembelahan antara tim pendamping, PLD dan PD. Kepala Desa lebih percaya kepada sebahagian pendamping lalu mengenyampingkan pendamping lainnya. Bagi pendamping yang disenangi atau mau mengikuti keinginan sang Kepala Desa dapat dipastikan akan menjadi teman setia sepanjang pelaksanaan kegiatan. Sebaliknya bagi pendamping yang tidak mau mengikuti keinginan apalagi menentang, maka sudah dipastikan akan dijauhi bahkan disingkirkan. Penulis sendiri ditahun 2018 pernah dilaporkan ke kantor Tenaga Ahli (TA) Kabupaten oleh beberapa oknum, karena dianggap sebagai penghalang atau mengusik kegiatan dari rencana jahat dengan segala tuduhan.
Karena penulis dianggap penghalang, maka jarang diundang pada acara atau kegiatan penting. Hal yang sama juga dialami oleh rekan pendamping lain yang tak sepaham dengan mereka. Undangan hanya diberikan saat kegiatan atau acara rapat umum, seperti Musrenbang, penyaluran BLT, atau titik nol dan tugas lain sesuai kebutuhan Desa. Adapun terkait hal-hal teknis yang sifatnya prinsip seperti pada pekerjaan dan penyusunan hingga finalisasi APDesa, penyusunan RAB, penetapan kegiatan dan hal lain yang bersifat prinsip hanya orang tertentu saja yang boleh diikut sertakan.
Bagi penulis, bertugas sebagai pendamping sesuai apa yang telah ditentukan oleh Undang-undang. Sesuai fungsi koordinasi, edukasi, fasilitasi, sosialisasi dan tugas lain yang sudah ditetapkan.
Berjalan waktu rupanya "akal bulus tak selamanya mulus". Orang yang selama ini dipercaya, akhirnya menjadi ancaman serius bagi para Kepala Desa. Bahkan, belakangan oknum Pendamping yang selama ini sebagai panutan bahkan yang dipertuankan, sehingga menjadi sosok yang disegani, saat ini sudah tidak lagi bertugas seperti dulu, peran sebagai operator sudah dibatasi sehubungan pergantian atau rolling tempat tugas antar pendamping tingkat Kecamatan, baru-baru ini mengancam akan melaporkan salah satu Desa yang mungkin dianggap bermasalah. Dugaan sementara disebabkan Kepala Desa tidak bisa memenuhi atau mengikuti tuntutan atau keinginan yang bersangkutan sehingga terjadinya perselisihan yang berujung pada percobaan pengancaman.
Tak sebatas itu, menurut penulis ancaman bisa datang dari seorang oknum Insinyur, pendamping teknis Kecamatan yang sekarang sudah berpindah dari Kecamatan STL.Ulu ke wilayah tugas di Kecamatan Selangit Kabupaten yang sama. Tetapi konon kabar masih tetap bekerjasama selaku penyedia jasa dalam pelaksanaan kegiatan terutama tentang pekerjaan penyusunan RAB.
Oknum pendamping teknis yang juga sosok disegani bahkan dipertuan bahkan diagungkan itu berinisial Y, sekarang dan bahkan dimasa mendatang juga bisa menjadi ancaman serius bagi para kepala Desa. Hal ini dapat diketahui dari keterangan beberapa Kepala Desa bahwa mereka masih menginginkan Y tetap membantu pada pekerjaan terutama terkait penyusunan RAB. Padahal yang bersangkutan sudah berpindah tugas dan itu dilarang selaku Tenaga Pendamping Profesional (TPP). (Lihat, Keputusan Menteri Desa nomor 40 tahun 2021).
Penulis meyakini, inilah barang kali menjadi alasan penyebab kuatnya ikatan tali persengkokolan ini. Para Kepala Desa belum bisa melepaskan ikatan tali ini, karena begitu kokohnya, mengingat segala rahasia atau dokumen Desa telah dimilki oleh oknum ini. Sialnya menurut informasi yang bersangkutan sering membuka rahasia atau menyebarkan informasi tentang Desa publik, terutama berkenaan dengan dokumen Desa atau informasi penting yang tak seharusya disebarkan.
Hal ini terbukti dari kesaksian penulis ditahun sebelumnya, sekira tahun 2020/2021, bahwa Y pernah mengeluarkan dokumen Desa ke beberapa oknum LSM dan oknum wartawan sebagai bentuk tukar tambah terkait permasalahan yang bersangkutan yang diduga telah melanggar kode etik tenaga pendamping profesional.
Bahwa tugas pokok PD-TI adalah mendampingi desa dalam penyelenggaraan pemerintah desa bidang insfrastruktur dasar, peningkatan kapasitas kader desa teknis, fasilitasi pembangunan yang berskala lokal desa, bukan sebagai penyedia jasa atau pemborong. Hal ini diduga melanggar kode etik pendamping desa atau TPP yang diatur secara jelas dalam Keputusan Menteri Desa Nomor 40 Tahun 2021.
Oleh karena itu penulis mengingatkan para Kepala Desa untuk berhati-hati dalam menghadapi situasi yang dilematis ini. Sebab borok atau semua kelemahan para Kepala Desa ada pada mereka. Inilah yang menjadi alasan sehingga para Kepala Desa tidak bisa menghindari oknum ini. "Bukankah sebagian Kepala Desa Tak mampu Berkutik dihadapan oknum ini ketika mereka ada maunya."Penulis ingin mengatakan, saat ini para Kepala Desa telah terbelenggu oleh ulah mereka sendiri yang selama ini melakukan persengkokolan dengan beberapa oknum pendamping, tetapi kemudian mengabaikan pendamping lain termasuk penulis, sebab tak sepaham.
Ingatlah! Bahwa orang yang anda percayai selama ini tak selamanya akan berpikir baik atau menolong anda ". Bahkan ini bisa menjadi malapetaka dan ancaman besar bagi penyelenggaraan Pemerintah Desa, terutama berkenaan dengan dokumen Desa atau hal lain terkait rahasia tentang Desa. Akhirnya menutup tulisan ini, Saya teringat sebuah ayat Alquran yang terjemahannya kurang lebih berbunyi,"Boleh jadi kalian membenci seseorang padahal ia baik bagimu, dan boleh jadi kalian menyukai seseorang padahal ia adalah ancaman bagimu. Allah mengetahui sedangkan kalian tak mengetahui ( QS. Al baqarah (2) : 216).
Oleh karena itu Kepada Kepala Desa yang ada di Kecamatan STL.ulu, sekali lagi saya sampaikan bahwa kejahatan yang tersembunyi cepat atau lambat akan terungkap, karena itu berhati hatilah dalam bersikap dan bertindak. Belajarlah dari orang-orang baik yang akan menuntun kalian ke arah perbaikan dan kemajuan. Orang bijak berkata," bahwa pengkhianatan tidak pernah datang dari musuhmu, tapi terkadang datang dari temanmu."
Kepada Camat STL Ulu yang baru saja dilantik, juga terkait lain yang berwenang, saya menghimbau dan berharap kiranya segera menginventarisir permasalahan ini, lalu bertindak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebab jika ini dibiarkan jangan harap pengelolaan Dana Desa dapat berjalan sesuai amanat Undang-Undang Desa. (TIM*)
(*) Penulis adalah Lulusan 1999 Fakultas Ushuluddin UIN Raden Fatah Palembang. Bertugas sebagai Pendamping Lokal Desa (PLD) Kec. STL. Ulu Musirawas Sumsel.
Posting Komentar